Self-Entitlement vs Love
(by : Grace Angela Sutardja, Vanela's Student)
Kita seringkali terjebak dalam siklus dimana kita hidup hanya untuk dilihat orang. Contoh simpel sering kita temukan di dunia social media. Dimana semua orang mengharapkan sesuatu dari orang lain untuk memvalidasi keberadaan mereka. Kita terbiasa hidup bergantung dengan apa kata orang. Entah pujian, atau kiritik, itu semua kita jadikan sebagai definisi jati diri kita. Padahal itu semua tidak lebih dari opini dan pandangan orang-orang di sekitar kita. Ketika kita terbiasa menerima pujian, kita jadi terobsesi dan candu, merasa drop banget kalau pujian yang kita nanti-nantikan tak kunjung datang, kita jadi merasa pujian-pujian tersebut adalah harga diri kita dan inti dari keberadaan kita. Kita jadi merubah tindakan kita, bukan untuk kebaikan kita sendiri, melainkan hanya untuk mendengar pujian dari seseorang sekali lagi. Tanpa sadar kita merasa wajib ditinggi-tinggikan oleh orang lain untuk merasa berharga dan diingini. Sebalikanya dengan kritikan, bukannya belajar dan bertumbuh, kita malah menyerap semua informasi itu sebagai identitas kita tanpa menyaring dan merenung apakah itu semua benar.
Opini orang lain tidak pernah stabil, dan kita harus kembali pada titik awal kita. Sebetulnya, kita lah orang pertama yang harus secure dan aman dengan diri sendiri. Otak manusia dibuat sangat cepat dan tanggap dalam bereaksi, sepersekian detik cukup untuk membuat pikiran negatif tentang diri sendiri melayang kemana-mana. Kita harus disadarkan untuk sama cepatnya menanggap balik pikiran-pikiran tersebut dengan self-talk seperti “It’s okay, kamu tadi ga ngerti situasinya makanya kamu bertindak seperti itu” atau “It’s okay, kamu sudah mencoba melakukan yang terbaik semampumu.” Sudah cukup banyak orang-orang yang beropini mengenai kita di luar sana. Jadilah tampat naungan bagi diri kita sendiri, dan sahabat yang selalu mengasihi diri kita sendiri. Puji dirimu sendiri, make yourself happy, karena joy yang sesungguhnya tidak pernah bergantung pada orang lain, tapi mengalir saat kita terkoneksi dengan Tuhan dan jati diri kita yang sesungguhnya. Miliki pemikiran bahwa jika orang lain menyukai kita, itu adalah bonus. Yang terpenting kita selalu bangga dalam menjadi diri sendiri.
Penting juga untuk sadar, bahwa di dunia ini, kamu bukan satu-satunya orang yang penting, dan layak menerima kasih yang utuh. Setiap pribadi di luar sana sama pentingnya dengan diri kita, dan fokus kita bukan semestinya berada di diri sendiri terus menerus. Saat fokus kita beralih dari kepentingan diri sendiri atau pandangan orang lain terhadap kita, dan berpindah kepada kepentingan orang lain, kita justru akan merasa bebas dan termotivasi. Karena dari awal kita memang diciptakan untuk menerima kasih, lalu menyalurkannya dalam menopang satu sama lain. Ketika ini menjadi fokus kita, segala karya yang kita lakukan akan mengalir dengan penuh energi yang kuat dan tulus, mempunyai dampak besar bagi yang melihat dan merasakan. Banyak hati akan tersentuh, karena pekerjaan kita berasal dari hati yang bukan self-obsessed, tapi love-obsessed. Kenapa love-obssessed? Karena love selalu memberi yang terbaik untuk sesama, dan tidak mementingkan diri sendiri. Kita akan meninggalkan footprint yang hanya bisa dibentuk oleh kita, dan bukan siapa-siapa lagi.
Tidak masalah merasa sendiri dan disalahpahami, yang penting kita terus melangkah. Kalau kita tidak menyerah, suatu hari kita akan melihat hasil tersebut di dalam kehidupan kita dan orang-orang disekitar kita yang mungkin pernah terbantu oleh kita sebelumnya. Saat kita mengizinkan kasih untuk mengalir didalam dan melalui kita, bukan hanya hidup kita yang berubah, tapi juga sekeliling kita akan menjadi recipient berkat. Karena inilah, penting untuk memiliki gambar diri yang benar, dan memiliki reminder yang kuat ketika kita lemah dan lupa self-image kita yang dari awalnya adalah berharga dan penuh kasih. Mari kita hidup bukan didefinisikan oleh kata orang, yang either bisa membuat kita takut terlihat lemah dan jadi menutup-nutupi keadaan sesungguhnya dari diri kita, atau sebaliknya malah membuat kita selalu merasa rendah dan tidak mampu. Ayo kita hidup atas definisi Tuhan, yang menciptakan kita berharga. Jangan merubah dirimu, ataupun karyamu, lupakan validasi dari orang lain. Karena pada akhirnya saat kita melepas semua beban yang unnecessary itu, kita akan merasa bebas dan mampu membawa dampak yang sesungguhnya dalam hidup ini.
Comentarios